Iklan

Sunday 14 November 2010

Monday 19 July 2010

BABY Justin Bieber

Oh woooah, oh woooooah, oh wooooah, oh.
You know you love me, I know you care,
you shout whenever and I’ll be there.
You are my love, you are my heart
and we will never ever ever be apart.
Are we an item? girl quit playing,
we’re just friends, what are you saying.
Said there’s another, look right in my eyes,
my first love broke my heart for the first time.
And I was like…

[Chorus]
Baby, baby, baby oooooh,
like baby, baby, baby noooooooo,
like baby, baby, baby, ooooh.
Thought you’d always be mine, mine (repeat)

[Justin Beiber]
Oh, for you I would have done whatever,
and I just can’t believe we aint together
and I wanna play it cool the thought of losing you
I buy you anything, I buy you any ring,
and now please say baby fix me and you shake me til’ you wake me from this bad dream.
I’m going down down down down
and I just can’t believe my first love won’t be around.
And I’m like…

[Chorus]

[Ludacris]
Luda, When I was 13 I had my first love,
there was nobody that compared to my baby
and nobody came between us, no-one could ever come above
She had me going crazy, oh I was star-struck,
she woke me up daily, don’t need no Starbucks.
lyrics courtesy of killerhiphop.com
She made my heart pound, I skip a beat when I see her in the street and
at school on the playground but I really wanna see her on the weekend.
She knows she got me dazing coz she was so amazing
and now my heart is breaking but I just keep on saying….

[Chorus]

Now I’m gone,
Yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
now I’m all gone.
Gone, gone, gone, gone, I’m gone.
[End]

Wednesday 12 May 2010

माय day

“LAWAN SEGALA BENTUK PENJAJAHAN GAYA BARU, REBUT KEMENANGAN RAKYAT SEKARANG JUGA”

Sejarah perjuangan buruh adalah sejarah rakyat melawan bentuk-bentuk eksploitasinya melawan pemilik modal. Buruh sebagai tulang punggung punggung perekonomian suatu bangsa seharusnya mempunyai posisi sosial istimewa dalam sistem perekonomian suatu Negara. Hari Buruh internasional atau yang kemudian dikenal sebagai May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja yang radikal untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial.

Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja (baca: buruh. Hal ini disebabkan maraknya sistem produksi massal dengan menawarkan kualitas yang lebih tinggi dan harga yang relatif murah seakan-akan menjadi sesuatu yang tidak bisa terelakkan. Perubahan pola pertumbuhan produksi dari sepenuhnya memakai tenaga manusia dengan menggantinya dengan mesing menyebabkan kapitalisme terus berkembang menjadi suatu sistem penjajahan gaya baru yang tetap berwatak akumulatif, eksploitatif dan ekspansif. Saat ini, kapitalisme dengan panji-panji globalisasinya dan mesin intensif eksploitasinya, secara bersamaan melalui rekayasa peradaban muktahirnya mampu membius milyaran umat manusia terlena pasrah dan sekaligus terhisap secara tidak sadar. Dari serentetan isu mengenai pemerintahan bersih, ramah investasi asing, pertumbuhan ekonomi, anti terorisme, perubahan iklim, efisiensi produksi bahkan sampai dibuatnya landasan teori atas liberalisasi pasar tenaga kerja pada akhirnya itu semua merupakan selubung-selubung ideologi palsu yang terangkai indah dan terkesan rasional dalam regulasi-regulasi internasional yang dipaksakan atau disepakati secara sadar dan tidak sadar oleh negara-negara dunia ketiga, bahkan dikemudian hari negara-negara dunia ketiga menjadi penyokong terbesar dari proses ekploitasi atas penindasan burug-burug didunia ketiga.

Menyambut momentum May Day dan juga beberapa momentum bulan Mei ini, kita sebagai kaum pergerakan pemuda harus kembali menjadi garda depan dalam memperjuangkan perubahan struktur sosial rakyat menuju kemerdekaannya seratus persen.

Situasi secara umum

Terpilihnya SBY-Boediono dipemilu 2009, ternyata tidak banyak membawa perubahan yang cukup berarti dalam proses kesejahteraan rakyat. Gonjang-ganjing politik nasional yang kemudian dipaksa menjadi konsumsi rakyat Indonesia melalui media-media di indonesia ternyata telah membuat rakyat lupa akan karakter rezim yang sesungguhnya yang saat ini sedang berkuasa. Perdebatan awal pemilihan capres-cawapres yang kemudian memposisikan bahwa wakil presiden boediono sebagai agen noelib jangan lah kita tinggalkan begitu saja, tetapi terlepas dari itu semua bahwa karakter rezim sebagai bagian dari agen neolib sudah sangat jelas terlihat. Sekali lagi bahwa naiknya SBY-Boedionio telah merepresentasikan keberhasilan reproduksi dan reorganisasi rezim orde baru selama reformasi yang dikhianati oleh elit politik oligarki.

Semakin maraknya proses pengalihan isu yang terjadi diperkembangan politik nasional semakin menunjukan bahwa rezim kali mengalami kebobrokan dalam proses pengelolahan pemerintahan, sekali lagi hal ini pun direspon dengan baik oleh kalangan gerakan dengan selalu mengikuti proses perkembangan isu politik yang sebenarnya tidak mempunyai dampak apa-apa dengan proses kesejagteraan rakyat.

Terlepas apa yang terjadi diproses isu politik nasional, karakter rezim sebagai agen-agennya neolib tidaklah dapat disanggah lagi. Kesepakatan-kesepakan internasional yang terus dibuka oleh rezim hanya akan mengakibatkan proses liberalisasi di negeri ini semakin massif. Disis lain doktrin pasar bebas yang selalu saja dipakai oleh kaum neolib menjadikan banyak negara terjebak dalam krisis kapitalisme yang akan selalu berulang, tetapi rezim yang berkuasa dinegeri ini selalu akan menyeret-yeret Indonesia kedalam kesepakatan pasar bebas.

Lihat saja pada kesepakatan CAFTA. Dilihat dari segi manapun kesepakatan perdagangan bebas antara Asia Tenggara dan Cina tidaklah menguntungkan bagi Indonesia. Sebagai sebuah negara besar, fundamen ekonomi Indonesia belumlah cukup kuat dan tertata dengan rapi. Proses industrialisasi yang tidak pernah hadir dari industri dasar hanya akan menyebabkan Indonesia menjadi negara pasar bagi produk-produk Cina. Dampak CAFTA hanya akan mengakibatkan Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 35 triliun, tempat sekitar 56 persen di antaranya dari sektor tekstil dan produk tekstil. Sementara di Jawa Barat berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 5,7 triliun dari sektor perdagangan akibat penghapusan bea masuk tekstil dan produk tekstil (TPT) asal Cina pada 2010 ini. Dampak CAFTA kemudian bukan hanya menghantam proses industri yang ada di Indonesia. Dampak CAFTA disemua sector akan terjadi dan mengerus proses produksi masyarakat. Disektor pertanian subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan justru menghadapi tantangan berat. Padahal subsektor tersebut menjadi tumpuan hidup sebagian besar rakyat Indonesia.Neraca perdagangan komoditas tanaman pangan Indonesia-Cina tahun 2004 defisit 43,031 juta dollar AS. Tahun 2008 defisit membengkak menjadi 109,531 juta dollar AS. Neraca perdagangan komoditas hortikultura defisit 150,282 juta dollar AS (2004) dan 2008 defisit 434,403 juta dollar AS. Adapun neraca perdagangan komoditas peternakan tahun 2004 defisit 7,798 juta dollar AS, dan 2008 menjadi defisit 17,948 juta dollar AS. Meskipun secara agregat surplus neraca perdagangan Indonesia meningkat, hal itu tidak serta-merta mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Apalagi ketiga subsektor yang menjadi gantungan hidup mayoritas rakyat mengalami hantaman. Disisi lain dengan CAFTA ini pengindustri kecil dan menengah yang berasal serta berpasar lokal dan nasional akan hancur cepat atau lambat. Hanyalah pedagang kelas menengah ke atas dan pasar modern yang bisa mengambil untung dari situasi ini. Karena salah satu klausulnya yang tertuang dalam perjanjian CAFTA adalah dihapuskannya Pedagang Kaki Lima (PKL) dan pasar tradisional.

Hampir tidak ada argumentasi yang manyatakan bahwa CAFTA akan menguntungkan Indonesia, kecuali dari kalangan pemerintah yang selalu mencari pembenaran atas kebijakan yang sudah terlanjur disepakati. Pemerintah mencoba meyakinkan masyarakat bahwa Cina sebagai sebuah negara dengan populasi penduduk terbesar di Dunia saat ini dan merupakan pasar yang potensial. Tetapi public megetahui bahwa untuk meraih pasar di negara tersebut adalah sangat sulit. Jangankan Indonesia, Jepang, AS dan Uni Eropa yang selama setengah abad menjadi pelaku utama ekonomi dunia, kini mengalami deficit perdagangan dengan Cina. Berbagai analis menyimpulkan bahwa Free Trade Area ASEAN hanya akan menjadi penyatuan pasar bagi Cina, setelah sebelumnya berhasil melakukan ekspansi dagang di negara-negara yang menjadi saingan terkuatnya. Khusus Indonesia, sebagai negara paling terbelakang dalam hal industrialisasi dibandingkan dengan tetangganya dekatnya yang lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Philipina yang selangkah lebih maju, tentu akan menjadi sasaran paling empuk. Apalagi didukung daya serap pasar Indonesia yang cukup besar, setara dengan penggabungan seluruh negara ASEAN lainnya, pemerintah Cina akan mengerahkan segenap daya dan upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar utama di kawasan ASEAN.

Khusus untuk saat ini pemberlakuan CAFTA akan sangat berdampak pada proses industrialisasi dinegara ini. Kekuatan industri kecil dan menengah dalam menghadapi gempuran produk-produk Cina hanya seperti menghantamkan kepala ditembok beton yang sangat keras. Kebangkrutan industri-industri tersebut tidak dapat lagi dihindarkan, padahal industri-industri inilah yang mempunyai daya serap yang sangat besar terhadap para pencari kerja. Saat ini lebih dari 30 juta jiwa menggantungkan hidupanya pada kegiatan industri skala kecil dan mikro yang akan menjadi korban pertama dari perjanjian perdagangan bebas. Dapat dipastikan bahwa industri-industri rakyat tersebut akan tergusur oleh masuknya barang dan investasi dari luar negeri. Ditengah proses de industrialisasi, sekali lagi CAFTA berpotensi menciptakan pengangguran yang semakin luas. Gempuran produk impor dan masuknya investasi asing akan menggusur usaha-usaha di sector formal baik industri, jasa dan perdagangan dalam negeri. Padahal dari 104,4 juta jiwa yang dikalim pemerintah sebagai orang yang bekerja, hanya sebagian kecil yang bekerja di sector formal. Jumlanya tidak lebih dari 28,9 juta jiwa, selebihnya berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, pekerja keluarga/tak dibayar dll.

Nasib Kaum Buruh Indonesia

Jauh sebelum Indonesia menyepakati CAFTA, Indonesia adalah Negara yang telah mengalami de-industrialisasi sebelum perekonomian dapat mencapai industrialisasi atau dikatakan mengalami de-industrialisasi negatif. Pembangunan industri di Indonesia tidak dihasilkan dari surplus yang diperoleh dari pertanian. Kemampuan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja dan menghasilkan output mengalami penurunan dibandingkan dengan sektor lainnya termasuk industri akan tetapi pada saat yang sama kemampuan sektor industri dalam menyerap tenaga kerja dan kontribusi perhadap PDB juga tidak menunjukkan peningkatan yang berarti.

Industri di Indonesia umumnya adalah perakitan (assembling), dimana barang modal, bahan baku, dan bahan penolong dipasok dari impor. Keberadaan perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik di Indonesia saling terpisah, tidak terintegrasi satu dengan yang lainnya. Secara statistik saat ini impor Indonesia didominasi oleh impor bahan baku. Hampir 70 persen dari total impor adalah bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Sisanya adalah barang konsumsi dan barang modal. Lebih jauh perekonomian nasional hanya ditopang oleh eksploitasi bahan mentah, minyak, mineral, batubara, hasil perkebunan yang diekspor ke negara maju dalam bentuk bahan mentah. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri ditopang oleh konsumsi yang besar dari barang impor.

Melihat hal ini semua dapat dikatakan bahwa dampak dari CAFTA sudah sangat terlihat, dari sisi indutrialisasi, produk-produk dari negara tirai bambu tersebut akan membanjiri pasar indonesia, disisi lain banyaknya produk yang akan masuk ke indonesia tidak disertai dengan banyaknya produk indonesia masuk ke Cina, dan total produk yang akan masuk ke indonesia sebanyak....... seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua dampak dari perdagangan bebas ini adalah kaum buruh indonesia, tidak dapat disangkal lagi bahwa persaingan industri yang tidak seimbang, serta tiap tahun angka pengangguran yang terus bertambah -setiap tahun angkatan kerja baru bertambah lebih dari 2 juta orang- hanya akan menambah daftar panjang para pencari kerja dan pengangguran di Indonesia.

Disisi lain problem atas perburuan bukanlah semakin sedikit tetapi malah bertambah banyak. Hasil dari National Summit II, intinya demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, rezim yang berkuasa saat ini hanya akan mengandalkan banyaknya investasi yang siap dihadirkan di Negara ini. Cara menghadirkan investasi tersebut dengan mempromosikan masih banyaknya sumber daya alam yang masih belum diekplorasi, hal ini ditambah lagi dengan promosi bahwa tenaga buruh di Indonesia adalah termasuk tenaga buruh termurah di Asia. Kemudian promosi ini diperkuat bahwa Negara ini akan memberlakukan system buruh kontrak untuk seluruh lapisan industry, sehingga memungkinkan akan tidak adanya perkerja tetap yang akan diangkat oleh perusahaan. Menginggat hal ini, maka dapat dibayangkan nasib kaum buruh di Indonesia semakin terjebak dalam kubangan kemiskinan dan hal inilah yang dapat kita sebut sebagai proletariatisasi secara massal.

PENGEBIRIAN GERAKAN BURUH DI BALIK RESOLUSI BIPARTIT NASIONAL

Masifnya PHK massal, tingginya pengangguran, upah buruh rendah, naiknya harga sembako, pemberangusan serikat pekerja, praktek outsourching, kriminalisasi gerakan buruh bahkan sampai fenomena perpecahan serikat buruh telah menjadi bukti bahwasanya posisi tawar gerakan buruh masihlah lemah di hadapan negara dan pemodal. Keberadaan UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, secara tidak sadar telah mengkotak-kotakan dan membagi tingkatan organisasi buruh mulai dari tingkatan pabrik / perusahaan hingga lokal sampai skala nasional. Belum lagi, penerapan atas UU Otonomi Daerah sebagai instrumen hukum negara telah membagi-bagi struktur kekuasaan menjadi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Kondisi ini secara otomatis berakibat pada pola perjuangan dan solidaritas serikat buruh dalam memperjuangkan nilai upah yang layak sering terbatasi dengan batas-batas kewilayahan atau propinsi, sehingga berdampak juga pada pengkotak-kotakan isu perburuhan yang akan diusung.

Transisi demokrasi, paska reformasi 1998 yang seharusnya mendorong terjadinya perubahan cara produksi yang berpihak kepada masyarakatnya ternyata hanya merubah model kekuasaan tirani ala Soeharto berubah menjadi model kekuasaan oligarki dan anti rakyat serta tetap tunduk pada kepentingan kapitalisme internasional. Dan kini, bentuk kekuasaan oligarki itu merasuk ke dalam tubuh organisasi serikat-serikat buruh plat kuning yang mendukung kebijakan pemerintah dan pemodal guna menekan radikalisasi gerakan buruh itu sendiri.

Gemuruh kemenangan gerakan buruh dalam menghalau rencana pemerintah untuk merevisi UU Ketenagakerjaan No.13, telah memaksa negara untuk menyerahkan proses ini ke dalam Forum Tripartit Nasional (Kesepakatan Pemerintah-Pengusaha-Buruh). Namun konfederasi buruh nasional yang tergabung dalam Tripartit Nasional sampai saat ini hanya sekedar digunakan sebagai representasi gerakan buruh dalam mendukung sekian kebijakan negara yang menindas. Praktek deradikalisasi (baca:pelemahan) dan deideologisasi (baca:pembodohan) gerakan buruh yang dilakukan negara bisa kita lihat dari dukungannya terhadap perumusan Resolusi Bipartit Nasional yang digagas oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia/Apindo dengan konfederasi plat kuning, KSBSI (Rekson Silaban) dan KSPI (Thamrin Mosi) pada Munas Apindo ke-VIII, di Hotel The Sultan, di Jakarta, Kamis (27/3/2008) yang lalu. Kesepakatan Bipartit Nasional tersebut tidak ubahnya sebuah rekayasa sosial dimana seolah-olah gerakan buruh bersama para pengusaha dapat bergandengan tangan menyambut proses liberalisasi modal asing dan stabilitas perekonomian di Indonesia. Hal ini setidaknya bisa terlihat dari pendapat Sofyan Wanandi selaku Ketua Apindo, yang mengutarakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Adanya praktek-praktek Suhartois Orde Baru dengan stigmatisasi (baca: pengecapan) radikalisasi gerakan buruh ala sebagai gerakan komunisme karena terdoktrin ajaran Karl Marx. Pendapat Sofyan Wanandi meyakini perjuangan kelas kaum buruh melawan kelas pemodal sesungguhnya bisa dihindari dengan jalan dibentuknya wadah komunikasi bersama antara pengusaha dan gerakan buruh itu sendiri.

Padahal, serikat buruh tanpa harus memahami terlebih dahulu tentang ajaran Karl Marx tentang perjuangan kelas kelas buruh sekalipun, perjuangan gerakan buruh untuk memperjuangkan hak-haknya niscaya tetap akan terjadi. Sebab, alasan mendasar perjuangan itu sesungguhnya sendiri dilandasi karena kondisi kerja yang tidak memanusiakan buruh.

2. Pembentukan Bipartit Nasional yang akan diperluas pelembagaannya sampai ke daerah-daerah yang ditujukan guna menyelesaikan problem-problem hubungan industrial antara pengusaha dan buruh serta demi menjaga stabilitas politik dan iklim investasi nasional, mengakibatkan radikalisasi dan aksi-aksi gerakan buruh harus segera diminimalisir.

Padahal setiap kali kemunculan adanya gemuruh radikalisasi gerakan buruh di Indonesia selalu akibat REAKSI dari kebijakan pengusaha dan negara yang menindas. Singkatnya, dalam menjaga persatuan gerakan dan solidaritas kaum buruh Indonesia, semua kekuatan buruh harus selalu meningkatkan kesiapsiagaan massa dan tidak terprovokasi dengan sekian manuver-manuver yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang anti perjuangan buruh serta waspadai watak-watak oligarki yang merasuk ke dalam badan-badan kekuasaan negara juga telah merasuki konfederasi-konfederasi buruh kepala batu alias konfederasi plat kuning.

KEMANAKAH GERAKAN BURUH HARUS MELANGKAH

Menyitir apa yang pernah dikatakan oleh Presiden RI I Bung Karno, bahwa ” Buruh adalah anak kandung dari kapitalisme...”, maka menjadi benar adanya berbicara struktur penindasan buruh pada hari ini, mau tidak mau kita juga harus berbicara mengenai perkembangan kapitalisme itu sendiri dan peralihannya di Indonesia. Dimana, pada hari ini instrumen kapitalisme telah menjelma menuju tahapan tertinggi menjadi neo-kolonialisme imperialisme (baca: penjajahan gaya baru) yang mengusung keniscayaan globalisasi (pasar bebas) yang tidak lain merupakan penjelmaan dari modifikasi praktek-praktek penjajahan ala Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda di masa lampau.

Fenomena kapitalisme birokrasi seperti yang pernah dilakukan oleh kaum birokrasi feodal di jaman dulu, kini juga menyuburkan praktek-praktek rente (baca:pungutan liar) yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat keamanan negara. Sekiranya hal ini yang menyebabkan terhambatnya transformasi kapital di negri ini. Sehingga desain pembangunan perekonomian nasional diserahkan begitu saja dan tunduk kepada resep-resep lembaga ekonomi kapitalisme nternasional (baca: Bank Dunia, IMF, WTO, MNC-TNC) dan negara-negara maju. Pada akhirnya, konsepsi “ Pembangunan Indonesia” berubah menjadi “Pembangunan di Indonesia”, serta kondisi tersebut mensyaratkan keadaan buruh kita pada kondisi minimum alias upah buruh murah. Artinya, sistem upah buruh di Indonesia tidak pernah didasarkan pada kebutuhan primer sekunder buruh tetapi dari sisa atas banyaknya nilai lebih yang dicuri kapitalis yang kemudian dirente oleh militer dan birokrasi negara yang berwatak oligarkis dan komparador (baca:pengkhianat). Belum lagi, praktek-praktek relokasi industri negara maju ke negara-negara dunia ketiga (baca: Indonesia) berpotensi terjadinya capital flight (pemindahan investasi modal) ke luar negeri yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Tentunya hal ini menyebabkan posisi tawar buruh semakin lemah di hadapan pemodal dan sekali lagi, hal ini menjadi bukti ketidakberdayaan negara melindungi warga negaranya sendiri.

Singkatnya, tidak akan pernah ada gerakan buruh yang kuat tanpa bangunan kapital nasional yang kuat. Namun, ini bukan berarti bahwa gerakan buruh harus selalu mengutamakan kepentingan pengusaha terlebih dahulu. Posisi buruh yang selalu dianggap sebagai variabel dari kapital produksi pengusaha adalah pendapat yang selalu dipakai oleh pengusaha hari ini. Buruh bukanlah komoditi, buruh bukanlah sapi perahan. Seharusnya, buruh memliki posisi yang sejajar dengan pengusaha dalam hubungan industri. Sebab buruh juga telah memiliki investasi (baca: modal) yang ditanamkan di pabrik, yakni tenaga keringat buruh itu sendiri. Maka dari logika variabel kapital, buruh harus didorong menjadi kapital konstan yang memiliki kesejajaran dalam hubungan industrial. Serta perebutan dan ambil alih pabrik menjadi keniscayaan ketika pengusaha sudah tidak memperlakukan para pekerjanya sebagaimana layaknya manusi yang bermartabat. Untuk itu, kepada seluruh barisan konfederasi, federasi dan serikat buruh di Indonesia, bersama-sama bahu membahu untuk :

1. Mendorong dan meningkatkan pola perjuangan ekonomi (baca: normatif) serikat buruh menjadi perjuangan politik perburuhan. Ini menjadi penting sebagai jawaban atas keterjebakan serikat buruh dalam perjuangan hak normatif menuju perang posisi secara politik dan gerakan terhadap kebijakan negara dan pemodal yang menindas.
2. Menghilangkan tradisi ke-serikat-an buruh dalam perjuangan gerakan proletariat nasional (:gerakan rakyat pekerja). Sebab, pendekatan sektoralisme dalam sebuah pola perjuangan bersama rakyat harus segera dilampui. Sebab posisi gerakan buruh harus memposisikan sebagai barisan pelopor perjuangan kerakyatan.
3. Tetap menjaga, mempertahankan dan memperluas konsolidasi antar gerakan rakyat pekerja seluas-luasnya. Ini bertujuan untuk dapat merapatkan seluruh kekuatan gerakan buruh di semua pelosok daerah republik ini.

Tentang pendidikan

Setelah dibatalkannya UU BHP oleh Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu, isu di konteks pendidikan yang hangat dibicarakan adalah Badan Layanan Umum (BLU). Pada dasarnya Badan Layanan Umum ini mendapatkan legitimasi hukum berdasarkan atas paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan yang meliputi Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan RUU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (disetujui dalam siding paripurna DPR tanggal 21 Juni 2004). Dari sinilah kemudian otonomi kampus menjadi pembenaran bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk mengelola keuangannya secara mandiri.

Kampus-kampus yang sudah menjadi BHMN dalam konteks BLU ini dibolehkan untuk mengelola keuangan mereka sendiri, dan mekanisme birokratis ke level di atasnya hanya bersifat pelaporan. Ini pada dasarnya tidak hanya berlaku di dalam konteks dunia pendidikan, beberapa layanan umum yang termaktub di dalam Undang-undang ini adalah termasuk juga layanan kesehatan, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi dan lain-lain. Dalam konteks pendidikan, BLU menjadi hal yang membuka praktek-praktek komersialisasi pendidikan mengingat bahwa lembaga pendidikan mempunyai hak untuk mengelola dana pendidikan termasuk operasionalnya sendiri dengan mekanisme sebatas pelaporan ke lembaga di atasnya.

Dapat kita lihat bahwa sesungguhnya beralihnya PTN menjadi BLU adalah upaya lepas tangan pemerintah terhadap pendidikan Indonesia. Dengan dalih besarnya beban subsidi kepada warga negaranya akhirnya negara melepaskan mekanisme pembiayaan pendidikan langsung ke arena pertarungan antar lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Pada level yang lebih kecil, otonomi pendanaan yang sepenuhnya dikelola oleh kampus membuka peluang pemasangan tarif atas sekian jasa ataupun barang yang di hasilkan oleh lembaga-lembaga BLU. Logika yang terbangun tidak jauh berbeda dengan akad jual beli yang terjadi di pasar. Semua jasa dan barang yang diproduksi lembaga-lembaga tersebut dinilai dengan tarif yang ditetapkan oleh BLU. Sehingga mahasiswa sudah seperti pembeli dan pengguna yang harus siap dan sepakat dengan ketentuan-ketentuan tersebut.

Pada prinsipnya, BLU ini kemudian menjadi kontradiktif dengan semangat pengajaran dan pendidikan yang selama ini dicita-citakan pendiri bangsa. Sekian bangunan mental dan karakter kebangsaan yang harusnya di gembleng melalui lembaga pendidikan ini justru berubah menjadi lembaga profit semata yang hanya berpatokan kepada seberapa besar uang yang mampu dibayarkan kepada pihak penyedia jasa pendidikan. Bila sekian perguruan tinggi yang sudah sewajarnya tidak mencari keuntungan atas proses pendidikan yang mereka lakukan kemudian sudah mulai membuka bisnis di dunia pendidikan, maka bila bisnis mereka itu gulung tikar bukankah mahasiswa yang menjadi objek setia dari praktek komersil yang mereka langsungkan dengan bersembunyi di balik dalih “untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”?.

Menyangkut hal ini kemudian kita juga mempertanyakan tanggung jawab Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD yang mengatakan “untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”, tenyata hal justru berlawanan dengan kenyataan yang hari ini dihadapi oleh rakyat Indonesia. Dianulirnya UU BHP bukan kemudian membuat komesialisasi pendidikan dan tanggung jawab Negara atas pendidikan sudah terlaksana sepenuhnya. Karena kita kembali harus mengingatkan bahwa dianulirnya UU BHP bukan berarti pelaksaan UU BHP tidak terjadi, karena BLU adalah bentuk lain dari pelaksanaan BHP yang harus kemudian harus kita tolak demi terwujudnya dunia pendidikan yang gratis, berkualitas dan bervisi kerakyataan.

Sikap Organisasi

Sebagai sebuah organisasi pergerakan pemuda, kita mencoba kembali menegaskan bahwa hadirnya FPPI dengan sikap politik ekstraparlementernya wajib dalam melakukan perjuangan melawan proses penindasan yang sampai saat ini telah semakin massif. Maka dari itu melihat bahwa semakin seksamanya proses liberalisasi yang hari ini terjadi dan semakin kuatnya cengkraman kapitalisme internasional melalui lembaga-lembaga internasionalnya (IMF, WB, ADB, TNC’s/MNC’s dan negara-negara maju), serta semakin tumbuh suburnya agen-agen neolib di negeri ini, FPPI memandang perlu bahwa perjuangan atas isu-isu kerakyataan haruslah didahulukan dan menjadi isu terpenting dalam mendorong peristiwa sosial menjadi peristiwa politik, serta menjadikan tema ekstraparlementer sebagai bagian dari fase pergerakan yang harus kita buat maju menjadi semangat atas perluasan pengorganisiran dan penguatan organisasi.



Sikap organisasi FPPI di tengah situasi seperti ini adalah terus mengangkat isu kerakyatan sebagai counter hegemoni yang dilakukan negara dengan sekian aparatusnya sehingga diskursus mengenai permasalahan sosial ini bisa menjadi perbincangan di elit politik Indonesia. problem penggusuran di beberapa kota di Indonesia, perampasan tanah petani, biaya pendidikan yang mahal dan yang paling dekat dengan kita adalah problem perburuhan yang harus menjadi fokus perbincangan dan perhatian kelompok-kelompok pergerakan yang mengkalim sedang memperjuangkan demokrasi dan nasib rakyat. Kita tidak sedang menjadi pemberang dan reaksioner dengan meliberalkan kerja politik organisasi, kita tidak ingin kembali menjadi korban dalam pusaran politik nasional yang lambat laun menggerus eksistensi organisasi dan memisahkan organisasi dengan garis ideologinya.

Mengabil kepeloporan berarti menjadi perekat organisasi-organisasi rakyat dalam melakukan perjuangan pemenuhan “Hak-Hak Dasar Rakyat” dalam kehidupan berbangsa dan benegara di Republik Indonesia Ini. Untuk itu FPPI menegaskan bahwa :

1. Menolak segala bentuk liberalisasi perdagangan yang telah disepakati oleh penguasa negeri ini baik itu CAFTA, AFTA dll.
2. Negara Republik Indonesia harus segera mengakhiri kerjasama internasionalnya baik yang bersifat multirateral dan bilateral yang selama ini merugikan Indonesia dan mendorong kerjasama internasional yang berdasarkan keadilan global.

3. Dan masih kuatnya dominasi modal asing di Indonesia adalah sebagai akibat praktek liberalisasi, deregulasi dan privatisasi (capital violence) yang telah diselenggarakan pemerintahan republik ini yang mana selalu didahului dengan lahirnya berbagai formulasi kebijakan negara yang inkonsitusional (judicial violence) dan peraturan perundang-undangan yang semakin liberal dan memiskinkan warga negaranya sendiri.

4. Karakter rezim saat ini adalah karakter rezim neolib yang akan selalu melanggengkan semua agenda neolib yang akan semakin menyebabkan rakyat negeri ini terjerumus pada jurang kemiskinan.

5. Menyerukan adanya persatuan antar gerakan semesta rakyat Indonesia untuk melawan segala bentuk pelanggaran terhadap hak ekonomi sosial budaya yang disebabkan oleh dominasi modal internasional.



Maka, sebagai sikap Kepeloporan Pergerakan Pemuda secara Nasional Menuju Persatuan Gerakan Rakyat Lawan Penjajahan Gaya Baru, Front Perjuangan Pemuda Indonesia bersama semesta rakyat Indonesia tetap menuntut :



1. Renegosiasi ulang atas semua kesepakatan internasional yang merugikan rakyat Indonesia.
2. Nasionalisasi asset yang dikuasai asing dan bangun Industri Nasional yang tangguh dan bebas dari intervensi asing.
3. Jaminan social bagi seluruh rakyat Indonesia
4. Tolak Resolusi Bipartit Nasional
5. Upah Layak Bagi Buruh
6. Hapuskan Sistem Kerja Kontrak dan Outsourching,
7. Cabut Semua Kebijakan Privatisasi & Cabut Peraturan Ketenagakerjaan Yang Menindas (UU Serikat Pekerja, UU Ketenagekerjaan, UU PPHI, RPP Pesangon dan RUU Jamsostek), serta cabut semua UU yang mengindikasikan Liberalisasi Modal Internasional (UUPM, UU Perkebunan, UU SDA, UU Kelistrikan, dll)
8. Sediakan Lapangan Kerja untuk Rakyat, serta
9. Turunkan Harga, Tolak penggusuran.
10. Legalisasi kedaulatan rakyat atas akses-akses sumber-sumber penghidupan dengan melakukan REFORMA AGRARIA yang konsisten.



Demikian edaran ini kami sampaikan, dengan harapan bahwa kawan-kawan dimasing-masing kota dapat kembali memperluas pembacaan sitnasnya masing-masing dan tetap menyambungkannya dengan perkembangan situasi eksternal di masing-masing kotanya.



MENDIDIK RAKYAT DENGAN PERGERAKAN,

MENDIDIK PENGUASA DENGAN PERLAWANAN.

MUNDUR DAN TINDAKAN INSDISPLINER MERUPAKAN PENGHIANATAN TERHADAP ORGANISASI



Jakarta, 23 April 2010

Ttd

Ketua Umum Nasional FPPI







Ferry Widodo


--
Rakyat Kuasa

Kisah Pegawai Pajak menolak Korupsi


Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak kalang kabut akibat prinsip hidup [anti] korupsi. Ketika misalnya, tim Inspektorat Jenderal datang, BPKP datang, BPK datang, teman-teman di kantor gelisah dan belingsatan, kami tenang saja. Jadi sebenarnya hidup tanpa korupsi itu menyenangkan sekali. Hidup tidak korupsi itu sebenarnya lebih menyenangkan. Meski orang melihat kita sepertinya sengsara, tapi sebetulnya lebih menyenangkan. Keadaan itu paling tidak yang saya rasakan langsung. Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 1970, sampai dengan SMA di Mojokerto, kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan selesai pada 1992. Pada 17 Oktober 1992 saya menikah dan kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya ketika itu mungkin termasuk generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan melawan arus korupsi yang sudah sangat lazim. Waktu itu pertentangan memang sangat keras. Saya punya prinsip satu saja, karena takut pada Allah, jangan sampai ada rezeki haram menjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu saja yang selalu ada dalam hati saya.

Kalau ingat prinsip itu, saya selalu menegaskan lagi untuk mengambil jarak yang jelas dan tidak menikmati sedikit pun harta yang haram. Syukurlah, prinsip itu bisa didukung keluarga, karena isteri juga aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awal ketika menikah, saya sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di Departemen Keuangan, meski imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya, tapi sebenarnya tidak begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak hidup sederhana dan tanpa korupsi, ayo. Kalau tidak mau, ya sudah tidak jadi.

Jabatan saya sampai sekarang adalah petugas verifikasi lapangan atau pemeriksa pajak.
Kalau dibandingkan teman-teman seangkatan sebenarnya karir saya bisa dikatakan terhambat antara empat sampai lima tahun. Seharusnya paling tidak sudah menjabat Kepala Seksi, Eselon IV. Tapi sekarang baru Eselon V. Apalagi dahulu di masa Orde Baru, penentangan untuk tidak menerima uang korupsi sama saja dengan karir terhambat. Karena saya dianggap tidak cocok dengan atasan, maka kondite saya di mata mereka buruk. Terutama poin ketaatannya, dianggap tidak baik dan jatuh.

Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari semua pengalaman itu. Antara lain, orang-orang yang berbuat jahat akan selalu berusaha mencari kawan apa pun caranya. Cara keras, pelan, lewat bujukan atau apa pun akan mereka lakukan agar mereka mendapat dukungan. Mereka pada dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Mereka tidak ingin ada orang yang tidak seperti mereka.

Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika mereka menggunakan cara paling halus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi belakangan, setelah sekian tahun barulah ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara seperti inI seperti sudah direkayasa. Misalnya, pegawai-pegawai baru didekati. Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dan cara bekerja pegawai lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai Departemen Keuangan. Bila tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu seterusnya. Pola-pola apa saja dipakai, sampai mereka bisa merangkul orang itu menjadi teman.

Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, dia sangat simpatik di mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau bermain ke rumah bawahan. Saya dengan atasan itu kemudian menjadi seperti sahabat, bahkan seperti keluarga sendiri. Di akhir pekan, kami biasa memancing sama-sama atau jalan-jalan bersama keluarga. Dan ketika pulang, dia biasa juga menitipkan uang dalam amplop pada anak-anak saya. Saya sendiri menganggap pemberian itu hanya hadiah saja, berapalah hadiah yang diberikan kepada anak-anak. Tidak terlalau saya perhatikan. Apalagi dalam proses pertemanan itu kami sedikit saja berbicara tentang pekerjaan. Dan dia juga sering datang menjemput ke rumah, mangajak mancing atau ke toko buku sambil membawa anak-anak.

Hingga satu saat saya mendapat surat perintah pemeriksaan sebuah perusahaan besar. Dari hasil pemeriksaan itu saya menemukan penyimpangan sangat besar dan luar biasa jumlahnya. Pada waktu itu, atasan melakukan pendekatan pada saya dengan cara paling halus. Dia mengatakan, kalau semua penyimpangan ini kita ungkapkan, maka perusahaan itu bangkrut dan banyak pegawai yang di-PHK. Karena itu, dia menganggap efek pembuktian penyimpangan itu justru menyebabkan masyarakat rugi. Sementara dari sisi pandang saya, betapa tidak adilnya kalau tidak mengungkap temuan itu. Karena sebelumnya ada yang melakukan penyimpangan dan kami ungkapkan. Berarti ada pembedaan. Jadwal penagihannya pun sama seperti perusahaan lain.

Karena dirasa sulit mempengaruhi sikap saya, kemudian dia memakai logika lain lagi. Apakah tidak sebaiknya kalau temuan itu diturunkan dan dirundingkan dengan klien, agar bisa membayar pajak dan negara untung, karena ada uang yang masuk negara. Logika seperti ini juga tidak bisa saya terima. Waktu itu, saya satu-satunya anggota tim yang menolak dan meminta agar temuan itu tetap diungkap apa adanya. Meski saya juga sadar, kalau saya tidak menandatangani hasil laporan itu pun, laporan itu akan tetap sah. Tapi saya merasa teman-teman itu sangat tidak ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Mereka ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Paling tidak menerima. Ketika sudah mentok semuanya, saya dipanggil oleh atasan dan disidang di depan kepala kantor. Dan ini yang amat berkesan sampai sekarang, bahwa upaya mereka untuk menjadikan orang lain tidak bersih memang direncanakan.

Di forum itu, secara terang-terangan atasan yang sudah lama bersahabat dan seperti keluarga sendiri dengan saya itu mengatakan, Sudahlah, Dik Arif tidak usah munafik. Saya katakan, "Tidak munafik bagaimana Pak? Selama ini saya insya Allah konsisten untuk tidak melakukan korupsi?" Kemudian ia sampaikan terus terang bahwa uang yang selama kurang lebih dua tahun ia berikan pada anak saya adalah uang dari klien. Ketika mendengar itu, saya sangat terpukul, apalagi merasakan sahabat itu ternyata berkhianat. Karena terus terang saya belum pernah mempunyai teman sangat dekat seperti itu, kecuali yang memang sudah sama-sama punya prinsip untuk menolak uang suap. Bukan karena saya tidak mau bergaul, tapi karena kami tahu persis bahwa mereka perlahan-lahan menggiring ke arah yang mereka mau. Ketika merasa terpukul dan tidak bisa membalas dengan kata-kata apa pun, saya pulang. Saya menangis dan menceritakan masalah itu pada isteri saya di rumah. Ketika mendengar cerita saya itu, isteri langsung sujud syukur. Ia lalu mengatakan, Alhamdulillah. Selama ini uang itu tidak pernah saya pakai, katanya. Ternyata di luar pengatahuan saya, alhamdulillah, amplop-amplo itu tidak digunakan sedikit pun oleh isteri saya untuk keperluan apa pun. Jadi amplop-amplop itu disimpan di sebuah tempat, meski ia sama sekali tidak tahu apa status uang itu. Amplop-amplop itu semuanya masih utuh. Termasuk tulisannya masih utuh, tidak ada yang dibuka. Jumlahnya berapa saya juga tidak tahu. Yang jelas, bukan lagi puluhan juta. Karena sudah masuk hitungan dua tahun dan diberikan hampir setiap pekan.

Saya menjadi bersemangat kembali. Saya ambil semua amplop itu dan saya bawa ke kantor. Saya minta bertemu dengan kepala kantor dan kepala seksi. Dalam forum itu, saya lempar semua amplop itu di hadapan atasan saya hingga bertaburan di lantai. Saya katakan, makan uang itu, satu rupiah pun saya tidak pernah gunakan uang itu. Mulai saat ini, saya tidak pernah percaya satu pun perkataan kalian! Mereka tidak bisa bicara apa pun karena fakta obyektif, saya tidak pernah memakai uang yang mereka tuduhkan. Tapi esok harinya, saya langsung dimutasi antar seksi. Awalnya saya diauditor, lantas saya diletakkan di arsip, meski tetap menjadi petugas lapangan pemeriksa pajak. Itu berjalan sampai sekarang. Ketika melawan arus yang kuat, tentu saja da saat tarik-menarik dalam hati dan konflik batin. Apalagi keluarga saya hidup dalam kondisi terbatas. Tapi alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak tergoda untuk menggunakan uang yang tidak jelas.

Ada pengalaman lain yang masih saya ingat sampai sekarang. Ketika saya mengalami kondisi yang begitu mendesak. Misalnya, ketika anak kedua lahir. Saat itu persis ketika saya membayar kontrak rumah dan tabungan saya habis. Sampai detik-detik terakhir harus membayar uang rumah sakit untuk membawa isteri dan bayi kami ke rumah, saya tidak punya uang serupiah pun. Saya mau bcara dengan pihak rumah sakit dan terus terang bahwa insya Allah pekan depan akan saya bayar, tapi saya tidak bisa ngomong juga. Akhirnya saya keluar sebentar ke masjid untuk sholat dhuha. Begitu pulang dari sholat dhuha, tiba-tiba saja saya ketemu teman lama di rumah sakit itu. Sebelumnya kami lama sekali tidak pernah jumpa. Dia dapat cerita dari teman bahwa isteri saya melahirkan, maka dia sempatkan datang ke rumah sakit. Wallahua'lam apakah dia sudah diceritakan kondisi saya atau bagaimana, tetapi ketika ingin menyampaikan kondisi saya pada pihak rumah sakit, saya malah ditunjukkan kwitansi seluruh biaya perawatan isteri yang sudah lunas. Alhamdulillah.

Ada lagi peristiwa hampir sama, ketika anak saya operasi mata karena ada lipoma yang harus diangkat. Awalnya, saya pakai jasa askes. Tapi karena pelayanan pengguna Askes tampaknya apa adanya, dan saya kasihan karena anak saya baru berumur empat tahun, saya tidak pakai Askes lagi. Saya ke Rumah Sakit yang agak bagus sehingga pelayanannya juga agak bagus. Itu saya lakukan sambil tetap berfikir, nanti uangnya pinjam dari mana? Ketika anak harus pulang, saya belum juga punya uang. Dan saya paling susah sekali menyampaikan ingin pinjam uang. Alhamdulillah, ternyata Allah cukupkan kebutuhan itu pada detik terakhir. Ketika sedang membereskan pakaian di rumah sakit, tiba-tiba Allah pertemukan saya dengan seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Ia bertanya bagaimana kabar, dan saya ceritakan anak saya sedang dioperasi. Dia katakan, kenapa tidak bilang-bilang? ? Saya sampaikan karena tidak sempat saja.
Setelah teman itu pulang, ketika ingin menyampaikan penundaan pembayaran, ternyata kwitansinya juga sudah dilunasi oleh teman itu. Alhamdulillah.

Saya berusaha tidak terjatuh ke dalam korupsi, meski masih ada tekanan keluarga besar, di luar keluarga inti saya. Karena ada teman yang tadinya baik tidak memakan korupsi, tapi jatuh karena tekanan keluarga. Keluarganya minta bantuan, karena takut dibilang pelit, mereka terpaksa pinjam sana sini. Ketika harus bayar, akhirnya mereka terjerat korupsi juga. Karena banyak yang seperti itu, dan saya tidak mau terjebak begitu, saya berusaha dari awal tidak demikian. Saya berusaha cari usaha lain, dengan mengajar dan sebagainya. Isteri saya juga bekerja sebagai guru.

Di lingkungan kerja, pendekatan yang saya lakukan biasanya lebih banyak dengan bercanda. Sedangkan pendekatan serius, sebenarnya mereka sudah puas dengan pendekatan itu, tapi tidak berubah. Dengan pendekatan bercanda, misalnya ketika datang tim pemeriksa dari BPK, BPKP, atau Irjen. Mereka gelisah sana-sini kumpulkan uang untuk menyuap pemeriksa. Jadi mereka dapat suap lalu menyuap lagi. Seperti rantai makanan. Siapa memakan siapa. Uang yang mereka kumpulkan juga habis untuk dipakai menyuap lagi. Mereka selalu takut ini takut itu. Paling sering saya hanya mengatakan dengan bercanda.. Uang setan ya dimakan hantu! Dari percakapan seperti itu ada juga yang mulai berubah, kemudian berdialog dan akhirnya berhenti sama sekali. Harta mereka jual dan diberikan kepada masyarakat. Tapi yang seperti itu tidak banyak. Sedikit sekali orang yang bisa merubah gaya hidup yang semula mewah lalu tiba-tiba miskin. Itu sulit sekali.

Ada juga diantara teman-teman yang beranggapan, dirinya tidak pernah memeras dan tidak memakan uang korupsi secara langsung. Tapi hanya menerima uang dari atasan. Mereka beralasan toh tidak meminta dan atasan itu hanya memberi. Mereka mengatakan tidak perlu bertanya uang itu dari mana. Padahal sebenarnya, dari ukuran gaji kami tahu persis bahwa atasan kami tidak akan pernah bisa memberikan uang sebesar itu. Atasan yang memberikan itu berlapis-lapis. Kalau atasan langsung biasanya memberi uang hari Jum'at atau akhir pekan. Istilahnya kurang lebih uang Jum'atan. Atasan yang berikutnya lagi pada momen berikutnya memberi juga. Kalau atasan yang lebih tinggi lagi biasanya memberi menjelang lebaran dan sebagainya. Kalau dihitung-hitung sebenarnya lebih besar uang dari atasan dibanding gaji bulanan. Orang-orang yang menerima uang seperti ini yang sulit berubah. Mereka termasuk rajin sholat, puasa sunnah dan membaca Al-Qur'an. Tetapi mereka sulit berubah.

Ternyata hidup dengan korupsi memang membuat sengsara. Di antara teman-teman yang korupsi, ada juga yang akhirnya dipecat, ada yang melarikan diri karena dikejar-kejar polisi, ada yang isterinya selingkuh dan lain-lain. Meski secara ekonomi mereka sangat mapan, bukan hanya sekadar mapan.

Yang sangat dramatis, saya ingat teman sebangku saya saat kuliah di STAN. Awalnya dia sama-sama ikut kajian keislaman di kampus. Tapi ketika keluarganya mulai sering minta bantuan, adiknya kuliah, pengobatan keluarga dan lainnya, dia tidak bisa berterus terang tidak punya uang. Akhirnya ia mencoba hutang sana-sini. Dia pun terjebak dan merasa sudah terlanjur jatuh, akhirnya dia betul-betul sama dengan teman-teman di kantor. Bahkan sampai sholat ditinggalkan. Terakhir, dia ditangkap polisi ketika sedang mengkonsumsi narkoba. Isterinya pun selingkuh. Teman itu sekarang dipecat dan dipenjara.

Saya berharap akan makin banyak orang yang melakukan jihad untuk hidup yang bersih. Kita harus bisa menjadi pelopor dan teladan di mana saja. Kiatnya hanya satu, terus menerus menumbuhkan rasa takutmenggunakan dan memakan uang haram. Jangan sampai daging kita ini tumbuh dari hasil rejeki yang haram. Saya berharap, mudah-mudahan Allah tetap memberikan pada kami keistiqomahan (matanya berkaca-kaca) .

Best Regard
diceritakan oleh Bambang S

FPPI

EDARAN RESMI ORGANISASI

MENEGASKAN KEPELOPORAN PERGERAKAN PEMUDA MELAWAN OLIGARKI KEKUASAAN DAN REZIM NEOLIBERAL



Secara Umum Pembacaan Situasi

Pasca terpilihnya SBY-Boediono dipemilu 2009, ternyata tidak banyak membawa perubahan yang cukup berarti dalam proses kesejahteraan rakyat. Gonjang-ganjing politik nasional yang kemudian dipaksa menjadi konsumsi rakyat Indonesia melalui media-media di indonesia ternyata telah membuat rakyat lupa akan karakter rezim yang sesungguhnya yang saat ini sedang berkuasa. Perdebatan awal pemilihan capres-cawapres yang kemudian memposisikan bahwa wakil presiden boediono sebagai agen noelib jangan lah kita tinggalkan begitu saja, tetapi terlepas dari itu semua bahwa karakter rezim sebagai bagian dari agen neolib sudah sangat jelas terlihat. Sekali lagi bahwa naiknya SBY-Boedionio telah merepresentasikan keberhasilan reproduksi dan reorganisasi rezim orde baru selama reformasi yang dikhianati oleh elit politik oligarki.

Terlepas dari itu banyak sudah catatan hitam kepemimpinan rezim SBY pada periode lalu. Lihat saja pada saat akhir periode kepemimpinan rezim SBY pada tahun 2009 lalu, dengan tidak malu-malu pemerintahan SBY pada pertemuan Kopenhagen yang membahas tentang perubahan iklim, kembali mengajukan utang untuk perubahan iklim menunjukkan ketidak seriusan pemerintah mendorong perundingan iklim yang adil. Utang tersebut diperoleh dari Jepang dan Perancis. Masing-masing $ 500 juta dari Perancis (AFD) dan $ 300 Juta dari Jepang (JICA), serta tambahan $ 400 Juta utang tahun ini untuk perubahan iklim dari pemerintah Jepang. Kebijakan pemerintah tersebut jauh dari prinsip keadilan iklim dimana negara maju seharusnya memberikan kompensasi terhadap negara berkembang bukan lewat pengucuran utang, hal ini kemudian menyebabkan Indonesia kembali masuk kepada jebakan utang yang cukup besar.

Kemudian dengan alih-alih melakukan pembangunan ekonomi rakyat, pemerintahan rezim saat ini ternyata melakukan hal yang sebaliknya. Kebijakan negara yang selalu berkiblat kepada mekanisme pasar, semakin terlihat. Kesepakatan perdagangan FTA (Free Trade Agrement) yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia, juga menjadi bumerang bagi proses industrialisasi negeri ini. China sebagai raksasa baru negara industri akan melakukan eskpor besar-besaran hasil industrinya kepada Negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini dilakukan menyusul dibebaskan bea masuk bagi semua hasil industri Cina dan inilah bentuk kesepakatan perdagangan FTA (Free Trade Agrement) yang terlanjur diikuti oleh Indonesia. Maka dapat diperkirakan bahwa situasi perdagangan di Negara-negara Asia Tenggara bahkan di Asia Pasifik akan menjadi sangat liberal dan kompetitif.

Melihat hal ini semua kemudian menjadi pertanyaan besar kita bahwa apakah Negara Republik Indonesia mampu keluar dari cengkraman kapitalisme internasional, mengingat bahwa sampai dengan saat ini dapat kita katakan karakter rezim SBY-Boediono tetap sebagai agen neolib yang baik dan selalu siap sedia melakukan sekian banyak agenda neolib di republik ini - pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal sebagaimana diperintahkan AS, Inggris, Jepang, IMF, Bank Dunia, dan ADB. Catatan bahwa masih manutnya rezim Negara ini terhadap agenda-agenda neolib yaitu dengan semakin massifnya kekekarasan Negara melalui kebijakan pemerintah baik itu berupa UU atau peraruturan pemerintah lainnya (baca: UU PM, UU Pengelolahan Pesisir, UU SDM dan lainnya).

Di sisi lain dalam situasi pemerintahan bentukan demokrasi proseduralisme, negosiasi politik ekonomi terus dilakukan, parlemen merupakan ruang negosiasi paling telanjang antara partai politik (pendukung maupun penentang semu) dengan pemerintahan dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi dan kekuasaan politik. Seringkali pemicunya adalah gerakan massa yang muncul akibat kebijakan (regulasi) Pemerintah yang mengikuti agenda-agenda neo kolonialisme-imperialisme yang menghantam penghidupan rakyat.

Masalah yang kemudian berakibat fatal adalah fenomena gerakan rakyat pasca reformasi menjadi masalah tersendiri. Semakin terfragmentasi gerakan-gerakan rakyat serta terjebak pada isu sektoralisme dan banyak juga gerakan-gerakan social lainnya terjebak pada isu konflik elit, sebenarnya semakin menjauhkan gerakan tersebut dari system social masyarakat sesungguhnya. Ini kemudian yang menjadi kritik besar kita terhadap fenomena politik nasional dan kritik kita terhadap karakter rezim saat ini.



Menyambut Kedatangan OBAMA.

Tidak dapat dipungkiri bahwa AS sebagai salah satu Negara adidaya, menjadi salah satu Negara maju yang sampai saat paling bertanggung jawab atas pemiskinan massal di Negara-negara berkembang seperti Indonesia, semua melalui “pemaksaan” kepada Negara-negara dunia ketiga untuk memakai logika pertumbuhan dengan skema Neoliberalnya. Secara eksplisit kedatangan Barack Obama tidak hanya kita lihat sebagai kunjungan kenegaraan biasa, hal ini dapat kita tilik lebih jauh dari keadaan kriris ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 2008 lalu yang melanda AS dan kemudian berdampak pada Negara-negara dibelahan dunia manapun. Krisis yang kemudian menyebabkan Negara AS tenggelam dalam lautan hutang akibat krisis kredit. Hutang nasional Negara ini mencapai 10 triliyun US dollar, hutang konsumen akibat nafsu besar import mencapai 11,4 trilyun US dollar , hutang perusahaan Amerika 18,4 trilyun US dollar hampir 75% dari ekonomi dunia. Paman Sam juga menghadapi defisit perdagangan yang terus membengkak.

Presiden Amerika, Barack Obama membenarkan tentang kondisi perekonomian Amerika pada bulan April tahun 2009 yang lalu dalam sebuah pernyataan baru di mana ia berkata: “Pagi ini, kami diberitahu bahwa perekonomian kita telah kehilangan 539 ribu pekerjaan, dan itu terjadi pada bulan April ini saja”. Obama memperhatikan bahwa rata-rata angka pengangguran mencapai tingkat tertinggi sejak 25 tahun. Bahkan dia mengatakan bahwa Amerika Serikat akan terus mengalami deflasi yang besar tahun demi tahun. Hal ini gambaran umum yang kemudian dengan berbagai cara pemerintahan AS melakukan koreksi besar-besaran terhadap kebijakan ekonominya serta kembali memassifkan cekramannya di negara-negara dunia ketiga melalui forum-forum internasional, baik itu melalui pertemuan G-20 maupun APEC. Dan lagi-lagi negara-negara dunia ketiga yang menjadi tumbal atas krisis yang terjadi. Negara-negara maju termasuk AS yang merupakan kelompok yang paling bertanggung jawab atas krisis multidimensi yang dihadapi dunia saat ini, berencana menjadikan negara-negara berkembang sebagai bamper krisis. Caranya adalah dengan merancang satu strategi baru dalam rangka menjadikan negara-negara berkembang sebagai tempat untuk mengeruk sumber daya melalui investasi, penciptaan ketergantungan baru melalu utang, dan mendorong pembukaan pasar untuk ekspansi produk negara-negara maju.

Disisi lain kemunculan Negara-negara industri baru seperti China, India, Korsel dan lainnya, kemudian dilihat AS sebagai ancaman yang cukup serius. Catatan saja bahwa krisis finsial yang dialami AS menyebabkan presentase ekspor AS di Negara-negara berkembang menurun pada tahun 2009 menjadi sekitar 20% dari total ekspor dunia. Maka dari itu bahwa kedatangan Obama di Indonesia sangat menentukan dalam tata hubungan Indonesia dengan Cina maupun Indonesia dengan AS. Dalam hal ini bahwa hubungan Cina dengan AS saat ini tidak dalam keadaan yang baik, maka tak pelak lagi bahwa demi mengamankan posisi AS indonesia sebagai pasar yang strategis dan juga negara penyedia SDA yang cukup besar, maka dengan banyaknya kepentingan itu, AS pasti akan menawarkan berbagai bantuan dengan nilai yang sangat besar kepada indonesia, sekali lagi bantuan tersebut tidak akan diberikan secara cuma-cuma, tetapi semua itu dengan kompensasi melalui ”pemaksaan” kepada Negara Indonesia agar tetap tunduk terhadap kepentingan AS.



Sikap Kita

Kelahiran FPPI untuk Respublika mempunyai arti bahwasanya bagaimana kita mampu menggali dan menggalang (institusionalisasi) potensi masyarakat yang berserak dimana-mana dan yang telah terkotak-kotak oleh pengelompokan identitas baik di ranah sosialnya maupun di tingkatan bangunan garis politiknya sendiri, guna dikonsolidasikan sebagai social capital sebagai pondasi dasar dari kedaulatan Negara yang berpihak kepada masyarakatnya. Dari situlah kekuasaan sejati yang sesungguhnya akan lahir, sehingga negosiasi-negosiasi politik yang akan dilakukan haruslah tetap bersandar atas pembangunan relung dalam (inner world) sistem masyarakat itu sendiri baik di tingkatan rasionalisasi atas bangunan sosial politik masyarakatnya serta yang terlebih penting lagi adalah peningkatan dan pengelolaan kapasitas cara produksi ekonomi politik masyarakatnya. Dari sinilah perjuangan politik yang kita maksud, bukanlah bersandar atas logika-logika politik kekuasaan yang selalu berbicara di ranah kalkulasi untung rugi semata melainkan harus tetap menyandarkan pada politik masyarakat sendiri, dimana kedaulatan kuasa rakyat akan berangkat dari kehendak rakyat, oleh rakyat dan untuk kemerdekaan 100% rakyat itu sendiri.

Sebagai sebuah organisasi pergerakan pemuda, kita mencoba kembali menegaskan bahwa hadirnya FPPI dengan sikap politik ekstraparlementernya wajib dalam melakukan perjuangan melawan proses penindasan yang sampai saat ini telah semakin massif. Maka dari itu melihat bahwa semakin seksamanya proses liberalisasi yang hari ini terjadi dan semakin kuatnya cengkraman kapitalisme internasional melalui lembaga-lembaga internasionalnya (IMF, WB, ADB, TNC’s/MNC’s dan negara-negara maju), serta semakin tumbuh suburnya agen-agen neolib di negeri ini, FPPI memandang perlu bahwa perjuangan atas isu-isu kerakyataan haruslah didahulukan dan menjadi isu terpenting dalam mendorong peristiwa sosial menjadi peristiwa politik, serta menjadikan tema ekstraparlementer sebagai bagian dari fase pergerakan yang harus kita buat maju menjadi semangat atas perluasan pengorganisiran dan penguatan organisasi.

Dengan momentum hadirnya Barack Obama di Indonesia serta agenda tersembunyi yang dibawah Obama (apapun yang kemudian agenda di bawah oleh Obama), FPPI melihat ini hanyalah bagian dari desain besar AS, agar dapat keluar dari krisis - yang dibuat oleh mereka sendiri – serta mampu mempertahankan Indonesia sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam yang cukup besar untuk tetap dibawah komando AS sebagai negara pengusung sistem pasar neolib.

Maka dari itu sikap politik ekstraparlementer dalam mengambil sikap kepeloporan pemuda, FPPI menegaskan bahwa,

1. Negara Republik Indonesia harus segera mengakhiri kerjasama internasionalnya baik yang bersifat multirateral dan bilateral yang selama ini merugikan Indonesia dan mendorong kerjasama internasional yang berdasarkan keadilan global.

2. Menegaskan bahwasanya skema perekonomian pemerintahan SBY-Bediono telah mendorong perputaran roda ekonomi dalam negeri dan bangunan industri nasional masih saja didominasi oleh modal-modal asing.

3. Dan masih kuatnya dominasi modal asing di Indonesia adalah sebagai akibat praktek liberalisasi, deregulasi dan privatisasi (capital violence) yang telah diselenggarakan pemerintahan republik ini yang mana selalu didahului dengan lahirnya berbagai formulasi kebijakan negara yang inkonsitusional (judicial violence) dan peraturan perundang-undangan yang semakin liberal dan memiskinkan warga negaranya sendiri.

4. Karakter rezim saat ini adalah karakter rezim neolib yang akan selalu melanggengkan semua agenda neolib yang akan semakin menyebabkan rakyat negeri ini terjerumus pada jurang kemiskinan.

5. Menegaskan bahwa FPPI akan selalu menjadi garda depan perubahan dengan tetap melakukan aksi-aksi yang mengusung isu-siu kerakyataan yang berorientasi pada menjadikan peristiwa sosial menjadi peristiwa politik.

6. Menyerukan adanya persatuan antar gerakan semesta rakyat Indonesia untuk melawan segala bentuk pelanggaran terhadap hak ekonomi sosial budaya yang disebabkan oleh dominasi modal internasional.

Untuk itu, bertepatan dengan momentum kedatangan Barack Obama sudah saatnya seluruh kekuatan elemen pemuda bersama semesta rakyat Indonesia menuntut:



1. Renegosiasi ulang atas semua kesepakatan internasional yang merugikan rakyat Indonesia.
2. Nasionalisasi asset yang dikuasai asing dan bangun Industri Nasional yang tangguh dan bebas dari intervensi asing. Cabut Semua Kebijakan Privatisasi & Liberalisasi Modal Internasional (UUPM, UU Perkebunan, UU SDA, UU Kelistrikan, UU BHP)
3. Sediakan Lapangan Kerja untuk Rakyat, serta
4. Turunkan Harga, Tolak penggusuran.
5. Legalisasi kedaulatan rakyat atas akses-akses sumber-sumber penghidupan dengan melakukan REFORMA AGRARIA yang konsisten.



Demikian edaran ini kami sampaikan, dengan harapan bahwa kawan-kawan dimasing-masing kota dapat kembali memperluas pembacaan sitnasnya masing-masing dan tetap menyambungkannya dengan perkembangan situasi eksternal di masing-masing kotanya.

MENDIDIK RAKYAT DENGAN PERGERAKAN,

MENDIDIK PENGUASA DENGAN PERLAWANAN.

MUNDUR DAN TINDAKAN INSDISPLINER MERUPAKAN PENGHIANATAN TERHADAP ORGANISASI



Jakarta, 15 April 2010

Ttd





Ida Bagus Togar Ferry Widodo

Wakil Ketua Umum Nasional FPPI Ketua Umum Nasional FPPI



Kepada Yth.

Kawan-kawan Pengurus Kota

Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI)

Di Manapun Kau Berada.



Salam,

Mengingat banyaknya agenda internal organisasi yang harus segera kita selesaikan bersama-sama pasca kongres ke V FPPI, maka berikut ini kami sampaikan tugas-tugas pimpinan kota yang segera dilakukan.



1. Aksi menyambut kedatangan Barack Obama serentak nasional

Aksi menyambut kedatangan Barack Obama serentak secara nasional ini akan dilangsungkan sesuai dengan jadwal kedatangan Barack Obama. Sampai dengan saat ini jadwal kedatangan belum dapat kita pastikan, tetapi info terakhir dari detik.com Obama akan berangkat ke indonesia diantara tanggal 23 sampai tgl 25 maret 2009. DIHARAPKAN JUGA KAWAN-KAWAN DIMASING-MASING KOTA DAPAT MENCARI INFO KEDATANGAN OBAMA DAN KEMUDIAN BISA DISHARE KEKAWAN-KAWAN PIMPINAN KOTA LAINNYA MELALUI MEDIA EMAIL ATAUPUN SMS DAN TELPON. Dan sekali lagi info tersebut harus berani dipertanggung jawabkan. Edaran ini juga disampaikan, dengan harapan bahwa kawan-kawan dimasing-masing kota dapat kembali memperluas pembacaan sitnasnya masing-masing dan tetap menyambungkannya dengan perkembangan situasi eksternal di masing-masing kotanya.

Untuk resening bisa melihat dari "Edaran Pertama Pimpinan Nasional" (yang juga akan dilampirkan kembali pada email kali ini).



2. Secepatnya Melakukan Konferta.

Diharapkan bagi seluruh pimpinan-pimpinan kota yang belum melakukan konferta diharapkan sesegera mungkin melakukan konferta dengan catatan bahwa hasil-hasil kongres ke lima dapat menjadi acuan perbincangan dan acuan kerja dalam konferta nanti, yang harapannya hasil-hasil kongres dapat diturunkan atau disesuaikan dengan situasi kotanya.

Diharapkan juga pimpinan kota yang akan melakukan dan telah melakukan konferta wajib merekomendasikan nama-nama kader yang bisa dimasukan dijajaran pengurus pimpinan nasional. Sekali lagi nama-nama yang diusulkan kawan-kawan pimpinan kota harus juga dipertanggung jawabkan.



Demikian edaran ini kami buat. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan banyak terimakasih. Selamat Bergerak! Jaga kesehatannya selalu.



MENOLAK TUNDUK MENUNTUT TANGGUNG JAWAB

petani

Rabu, 5 Mei 2010 | 19:49 WIB

MALANG, KOMPAS.com — Aliansi Petani Indonesia, Rabu (5/5/2010), menolak draf peraturan Menteri Pertanian tentang perizinan dan usaha budi daya tanaman. Selain itu, mereka juga menuntut perubahan aturan tentang usaha budi daya tanaman. Pasalnya, dengan aturan tersebut, dari hari ke hari semakin banyak petani dikriminalkan hanya karena membudidayakan benih sendiri.

Demikian dilontarkan Aliansi Petani Indonesia (API) dan sejumlah lembaga terkait pertanian lainnya di Kota Malang seusai Lokakarya Penyusunan Manual Proses Pendaftaran Advokasi Kebijakan Perbenihan.

"Ada kekhawatiran di tingkat petani untuk berupaya memuliakan benih sendiri. Dengan kasus-kasus kriminalisasi petani yang mulai marak terjadi, hal itu secara mental membuat petani bisa down," ujar Ketua Dewan Tani API Muzakir di Malang.

Pernyataan Muzakir ini mengacu pada maraknya kasus petani dihukum gara-gara membudidayakan benih sendiri di luar produksi pabrik.

Data dari Kediri Bersama Rakyat (KIBAR), lembaga advokasi petani di Kediri, menunjukkan bahwa setidaknya ada 13 kasus petani diajukan ke meja hijau gara-gara memuliakan benih sendiri atau menjual benih hasil pemuliaannya itu.

Para petani ini ditangkap karena dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Mereka antara lain dinilai melakukan sertifikasi benih tanpa izin. "Mereka ada yang hanya dimintai keterangan oleh polisi dan ada yang kini menghadapi tuntutan hukum lima tahun penjara," tutur Dian Pratiwi Pribadi, anggota perwakilan KIBAR.

Dengan dasar seperti itu, API bersama Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), KIBAR, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Institute for Global Justice (IGJ), Gita Pertiwi Solo, Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) Indramayu di Jawa Barat, serta Kelompok Kajian dan Pengembangan Masyarakat (KKPM) Malang membuat pernyataan bersama menolak draf Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman.

"Kami berharap, pemerintah menghentikan kriminalisasi terhadap petani. Kami juga menuntut revisi PP Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budi Daya Tanaman, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Aturan-aturan ini mendiskriminasi petani dan memanjakan pengusaha benih," ujar Gunawan, Sekjen IHCS Jakarta.

Wednesday 3 February 2010

कर्जा praktek

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia dalam sejarahnya belajar dari sejarah dan dididik untuk mengikuti perkembangan zaman untuk memudahkan pekerjaannya. Dan kita belajar sejarah lewat informasi, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, dimana dalam perkembangannya ditulis dalam bermacam- macam media (batu, buku dan internet). Dengan informasi manusia dapat mengetahui perkembangan teknologi apa yang terjadi di Benua lain. Khususnya di Era Informasi, banyak instansi swasta maupun pemerintah menetapkan kebijakan komputerisasi guna mempermudah pekerjaan administrasi dan pemanggilan data lebih cepat.
Dalam instansi membutuhkan sebuah sistem kerja, dalam sebuah kerja terhubung dengan kerja lainnya. Dimana sekarang ini sistem kerja yang bersifat data/ administrasi dapat disederhanakan dan dimudahkan lewat pembuatan sistem informasi. Apalagi instansi seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wonosobo, yang kita tahu adalah milik pemerintah, yang keberadaaannya guna memudahkan kerja pemerintah untuk Pemilihan Umum, baik pusat maupun daerah. Oleh karena itu, tugas KPU adalah bertanggung jawab melaporkan kegiatan dan keuangan yang digunakan kepada masyarakat dan pemerintah.
Ini sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2003 Pasal 32 dari bagian keempat Komisi Pemilu Kabupaten/Kota ayat b “menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat”, e “ menyampaikan laporan secara periodik kepada Bupati/Wali Kota” dan f “ mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN dan APBD.
Pelaporan dana yang terpakai untuk kegiatan KPU Wonosobo, ada beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki, diantaranya selama ini dalam membuat rancangan kegiatan dan dana yang diperlukan Bendahara bersifat tidak otomatis terpanggil. Data terlampau banyak dalam file dan tidak terkelompokkan, sehingga memakan waktu dan tenaga untuk mencari data kembali dan membuat perincian lanjutanpun terhambat.
Dari masalah inilah penulis bermaksud memperbaharui sistem kerja Bendahara KPU, sehingga nantinya kerja-kerja perancangan kegiatan dan dana pelaporannya lebih cepat, terkelompokkan dan dapat dipanggil ulang. Dari rincian masalah ini, penulis tertarik untuk menyusun laporan Kerja Praktek dengan judul “ Sistem Administrasi Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dari KPU Wonosobo”.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah Laporan KP ini adalah:
1. Mengumpulkan data dan menganalisa Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
2. Bagaimana dapat membuat rancangan Sistem Administrasi SPP yang dapat digunakan Bendahara KPU.

1.3 Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu, kemampuan dan fasilitas, maka Laporan KP dibatasi pada proses pembuatan rancangan database dan proses aliran data Sistem Administrasi SPP.

1.4 Tujuan Kerja Praktek
Menyelesaikan permasalahan Sistem Administrasi SPP dari KPU, yang lemah dalam proses pemanggilan data yang berhubungan dengan pembuatan rancangan dan laporan SPP selanjutnya.

1.5 Manfaat Kerja Praktek
a. Manfaat Bagi Instansi
Instansi lewat mahasiswa yang KP dapat menganalisis sistem kerja yang kurang efektif dan efisien, sehingga instansi dapat mengevaluasi dan mengambil kebijakan selanjutnya.
b. Manfaat Bagi Penulis
Penerapkan teori yang diperoleh dari perkuliahan mendapat ilmu tambahan saat KP.
c. Manfaat Bagi Universitas
Universitas mendapat kepercayaan lagi, bila mahasiswa yang KP memberi citra baik. Laporan ini juga dapat digunakan untuk referensi di Prodi TI.

1.6 Metodologi Kerja Praktek
Penulis menggunakan beberapa metode penelitian agar penelitian berjalan secara terencana dan sistematis.
Adapun metodologi penelitian yang digunakan sebagai berikut:
a. Objek Penelitian
Objek penelitian dilakukan di KPU Wonosobo yang beralamatkan di Jl. Pemuda No. 1 Wonosobo.
b. Data Yang Diperlukan
1) Data Primer
Semua data yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, yang diperoleh di tempat dilakukannya kerja praktek, baik berupa pembukuan maupun file.
2) Data Sekunder
Data yang diperoleh dari penelitian buku dan data digital berupa teori-teori yang mendukung pemahaman penulis mengenai perancangan sistem yang akan dibuat.
c. Metode Pengumpulan Data
a) Wawancara
Bertanya langsung dengan Bendahara KPU tentang mengenai permasalahan dalam pembuatan rancangan SPP dan gambaran umum KPU.


b) Observasi
Melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang diamati.
c) Dokumen
Mengambil data dari instansi yang diteliti baik data digital maupun yang berupa pembukuan.
d) Kepustakaan
Pengumpulan data dengan membaca dan mengutip literature yang berkaitan dengan kerja praktek..

1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Laporan KP dimaksudkan agar dalam pelaporan KP ini, penulis lebih fokus, lengkap dan sistematis. Adapun Sistematika penulisan Laporan KP ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN
Berisi uraian latar belakang, permusan masalah, pembatasan masalah, tujuan kerja praktek, manfaat kerja praktek, metodologi kerja praktek serta sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi landasan teori dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan judul KP yang digunakan sebagai acuan dalam pembahasan masalah yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB III : GAMBARAN UMUM INSTANSI
Berisi tentang sejarah KPU, visi misi instansi, struktur organisasi serta pembagian tugas dan wewenang masing-masing jabatan yang ada.


BAB III : PEMBAHASAN
Berisi uraian mengenai permasalahan yang ada sampai perancangan sistem, dimana menganalisa data melalui database dan proses aliran data.
BAB III : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran.